Jumat, 26 Juni 2009

Memoar Luka Seorang Muslimah

Memoar Luka Seorang Muslimah " Tuhan Izinkan Aku Jadi Pelacur"

Ini adalah sebuah Novel yang diangkat dari kisah nyata, karya Muhidin M. Dahlan. cetakan ScriptaManent, Yogyakarta 2003. Beliau seorang Aktifis yang pernah aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

awal mula aku berkenalan dengan novel ini melalui seorang temanku yang sebelumnya telah membaca buku ini di Yogyakarta sekitar tahun 2003 karena dia ikut kegiatan organisasi ke Yogya. "Buku ini kisah nyata Da!" katanya kepadaku memberi masukan. "Buku ini sempat dilarang berdedar di Jawa khususnya di Yogyakarta", tambahnya yang semakin membuat ku penasaran. semakin aku penasaran dengan isi buku tersebut, akhirnya aku membeli satu dari dua stok buku yang tersisa di salah satu pusat Toko Buku ternama di kota Medan. Setiba dirumah kupandangi buku yang ada dalam tanganku, perlahan ku baca resensi kisah yang ada dibelakang sampul buku tersebut, dan spontan saja aku miris dengan pemaparan kisah yang ada.

penasaran dengan cerita seutuhnya, aku kemudian segera meluncur kehalaman pertama buku tersebut hingga akhirnya aku terus tenggelam melewati lembar demi lembar buku tersebut dengan rasa getir, haru bahkan sempat menangis. Hingga akhirnya aku selesai pada akhir cerita yang kemudian meninggalkan sejuta tanya dalam benakku (mungkin juga anda jika telah membaca utuh ceritanya). Mengapa bisa seorang muslimah yang taat, yang dikenal sebagai seorang akhwat (dalam novel tersebut dia bernama "Nidah Kirani") dengan jilbab dan jubah yang ekstra besar, yang hampir seluruh waktunya digunakan untuk ibadah, yang hampir setiap hari-harinya dilewati dengan puasa dan hidup sebagai sufi, lyang memiliki cita-cita hidup : "menjadi muslimah yang beragama kaffah" akhirnya terperosok dalam dunia sempit penyembah nafsu, Free Sex. Naudzubillah. (menurut isi novel), Hal ini disebabkan karena (Nidah menganggap) ghirah keagamaannya ditelantarkan begitu saja oleh Tuhan, yang bagi "Nidah" ia telah disia-siakan, Tuhan menyia-nyiakan cintanya, ibadahnya, kesungguhannya dalam mencari cinta Tuhan. Tepat disaat "Nidah" membaiat diri pada suatu jaringan jemaah islamiyah Indonesia yang dianggapnya sebagai awal langkah menuju khilafahdan sebagai tentara agama Tuhan, tepat pada saat itu pula dia tidak menemukan gambaran perjuangan dalam jaringan tersebut seperti yang dibayangkannya tentang kesungguhan kegigihan perjuangan. Yang ada hanya ceramah biasa yang tidak berapi-api dalam mendoktrin pasukan, kumpul-kumpul, walimahan, pesta, semua sangat jauh dari penerapan sumpah yang diikrarkan saat pembaiatan. Inilah awal dilema hidupnya, antara iman, ghirah yang tak terbendung dan kekuatan hati yang begitu lemah dan tidak siap menerima keadaan dan kenyataan untuk memahami langkah.

Buku ini sempat kontrofersial, bahkan Muhidin M. Dahlan tidak keberatan jika ada yang mengatakan karya nya adalah sampah, penyimpangan, pelecahan terhadap suatu agama. Namun ia hanya coba mengangkat realita yang ada, yang bagi sebagian orang dijengkali dipungkiri untuk kemudian tidak diakui, padahal sadar atau tidak ini terjadi disekitar kita.

Bagiku secara pribadi, buku ini sarat pesan moral dan makna. Namun bagi sebagian orang yang telah membaca buku ini, misalnya saja teman-temanku yang telah ku pinjamkan buku ini melontarkan berbagai macam komentar. ada yang marah pada "Nidah", ada yang benci, ada yang kasihan, iba, namun ada juga yang menganggap sosok utama dalam Novel tersebut sudah GILA. Terlepas dari berbagai macam tanggapan dan penilaian orang lain, tapi ini adalah kisah nyata yang bagi bisa dijadikan cerminan agar tidak melakukan kesalahan, karena pengalaman hidup orang lain dapat dijadikan iktibar bagi langkah kita Insyallah, Amin.





diakhirnya ia memutuskan untuk memasuki dunia sempit yang baginya tersimpan sejuta Cinta. bahkan ia sempat meminta izin pada Tuhannya untuk memasuki dunia baru.
"0h Tuhan, izinkan aku mencintaiMu dengan cara yang lain, menerima kehidupan dengan sepenuh kejujuran. seperti gemericik air dipematang sawah, seperti cericit burung yang bercanda diselimuti induknya karena alam telah mengajari aku untuk menerima setiap lembaran kasih-Mu bersama semua permohonan. Sayangi aku dalam pekat anugrah-Mu. aku tak punya apa-apa selain hati yang selalu menunggu sapa-Mu. Sapa yang gelap/kutukan dikala aku terjaga dari tidurku, dikala sang waktu menyapa rambutku yang perlahan ditumbuhi uban ketuaan hingga aku terlelap dalam penyerahan sempurna dalam pelukan bumi."

Tidak ada komentar: